GURU INDONESIA
MENCARI JEJAK DI MELBOURNE
Jika kita mendengar istilah “Mencari Jejak”
mungkin kita langsung teringat dengan kegiatan favorit kita saat kita masih
duduk di bangku SD, SMP maupun SMA. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang sangat
digemari oleh para pelajar Indonesia saat kegiatan pramuka atau perkemahan
berlangsung. Demikian juga halnya pada guru-guru dari Indonesia, penerima
penghargaan Australia Awards Indonesia
2016. Pada sesi studi singkat mereka mendapatkan kesempatan untuk mencari
jejak dalam kelompok kecil.
Pada kegiatan
ini seluruh peserta kursus singkat ini dibagi menjadi enam kelompok yang
masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang. Salah satu di antara kelompok
harus ada yang mempunyai kemampuan berbahasa Inggris lebih. Alhamdulillah saya
mendapatkan teman Pak Miftahudin, Pak Afcarino, dan Pak Bowo yang semuanya
guru-guru berprestasi dan mampu berbahasa Inggris dengan baik. Pada sesi ini kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang. Kami berempat saling bekerja sama
untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh nara sumber. Kelompok kami, yaitu
kelompok 2 mendapatkan tugas untuk mencari sesuatu yang berbau Indonesia,
berfoto di depan tempat bersejarah, menemukan tempat beribadah, membeli sumber
daya untuk ruang kelas yang bisa digunakan untuk mengajar mengenai Australia.
Kami mendapat peta sebagai petunjuk jalan sekaligus sebagai kawasan yang harus
kami lalui untuk mengerjakan tugas kelompok tersebut, yaitu Gertrude, Smith Street, dan Fitzroy.
Di
sepanjang jalan Gertrude kami menemukan alat transportasi yang tidak pernah
kami temukan di Indonesia, yaitu mobil
pribadi yang sangat panjang berwarna putih. Kami pun berfoto di depan
mobil tersebut. Kami sangat menikmati perjalanan ini karena selain kami bisa
berbagi cerita dengan teman dalam kelompok, kami juga bisa melihat beberapa hal
yang tidak banyak kami temukan di Indonesia.
Dalam
perjalanan menuju Jl. Smith kami juga menemukan Melbourne Museum yang tepatnya
berlokasi di Carlton Gard en. Kami pun
sempat berfoto di depan Museum ini, meskipun kami tidak sempat untuk masuk ke
dalam gedung museum ini untuk melihat karena kami harus menyelesaikan tugas
berikutnya.
Tempat
berikutnya yang kami temukan adalah Sydney Myer House, yang merupakan tempat
tinggal dari salah satu staff Asi Education, yaitu Ibu Bonie Hermawan. Menurut
kami tempat ini merupakan tempat yang sangat bersejarah bagi penerima Australi
Awards Indonesia karena sejak kami berada di Indonesia kami sudah dikenalkan
dengan sebuah nama Ibu Bonie Hermawan yang sangat ramah, baik dan cantik
hatinya.
Setelah kami berfoto di depan
Sydney Myer House, kami berjalan di sepanjang Jl. Fitzroy Street. Di ujung Jl.
Fitzroy street kami, Alhamdulillah kami bisa menemukan tempat beribadah orang
muslim, yaitu masjid Bediuzzaman Said Nursi yang merupakan Central Foundation
beralamat di Fitzroy St. no. 144. Masjid ini sangat berbeda dengan masjid yang
biasa kami temukan di Indonesia. Kami juga baru mengetahui bahwa bangunan itu adalah
bangunan masjid ketika kami membaca tulisan yang ada di samping masjid
tersebut. Tidak ada kubah di atas masjid tersebut dan tidak ciri khas dari
sebuah bangunan masjid. Namun, kami merasa bangga karena Australia yang
notabenenya hanya ada sekitar 2 persen dari penduduk Australia yang beragama
Islam, ternyata terdapat masjid di sepanjang jalan tersebut.
Usai berfoto
di depan masjid Bediuzzaman Said Nursi kami menuju ke Smith Street. Saat
perjalanan menuju Smith Street kami
menemukan suatu kebiasaan orang Australia yang berbau Indonesia, yaitu ada
beberapa orang yang makan es krim sambil jalan dan sambil menelepon. Ternyata
kebiasaan jelek orang Indonesia juga kami temukan di Australia. Tetapi kami
tetap berpikir positif bahwa kebiasaan jelek ini hanya dilakukan oleh sebagian
kecil dari orang Australia dan tidak perlu dibawa saat kami pulang ke
Indonesia.
Setibanya kami di Jl. Smith
kami kembali menemukan alat transportasi yang tidak pernah kami temukan di
Indonesia, yaitu tram. Tram merupakan alat transportasi seperti KRL yang
beroperasi di sekitar JABODETABEK, tetapi tram mempunyai akses lebih daripada
KRL. Meskipun tram ini mempunyai trak seperti halnya kereta api, tetapi tram
ini dapat beropasi di sepanjang jalan raya seperti alat transportasi lainnya.
Untuk bisa naik tram ini kami harus mempunyai kartu yang berisi uang sekitar 80
dolar. Setiap naik tram kita harus touch on pada tempat touch on yang tersedia
sebagai bentuk alat transaksi pembayaran yang bisa menggantikan posisi kenet
sopir.
0 komentar:
Posting Komentar