Recent Posts

Welcome to English Mania Community. We can share everything about education in this blog. Let's save our country by mastering English.

Artikel_Pow-Tega Metodika

Artikel yang diterbitkan di jurnal Metodika Dinas Provinsi Jawa Tengah
PENINGKATAN KOMPETENSI SPEAKING MATERI TEKS DESKRIPTIF MELALUI TEKNIK POW-TEGA DENGAN MEDIA
PIC-POW PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII-6 SMP NEGERI 1 SLAWI


Bunyamin )[*]

Abstrak: Masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah kompetensi speaking materi teks deskriptif rendah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif melalui teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Slawi. Desain penelitian dilakukan dua siklus, dimana setiap siklusnya terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) sebagian besar (96%) peserta didik semakin meningkat aktivitas belajar speaking teks diskriptifnya, 2) sebagian besar (92%) peserta didik semakin meningkat kompetensi speaking teks diskriptifnya. Saran yang dapat disampaikan bagi teman sejawat bahwa penggunaan teknik pow-tega dengan media Pic-Pow dalam pembelajaran speaking materi teks deskriptif ternyata mampu meningkatkan kompetensi speaking peserta didik.

Kata kunci: teknik Pow-Tega, media Pic-Pow, kompetensi speaking materi teks deskriptif.

PENDAHULUAN
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi, khususnya untuk mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMP/MTs, disebutkan bahwa kompetensi speaking dapat ditemukan baik dalam wacana dialog  maupun monolog. Menurut standar tersebut peserta didik kelas VIII SMP semester gasal diharapkan mampu mengungkapkan makna dalam teks lisan fungsional dan monolog pendek sederhana yang berbentuk descriptive dan recount untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Teks deskriptif telah diajarkan pada kelas VII semester genap. Namun demikian, di kelas VIII peserta didik diharapkan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk berlatih mendeskripskan benda maupun orang secara lisan dalam bentuk monolog dengan bahasa lisan yang berterima, lancar dan akurat.
Meskipun metode yang diterapkan oleh guru sudah  cukup baik yaitu dengan menerapkan model pembelajaran simulation, aktivitas peserta didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif masih cukup rendah. Hal ini terbukti nilai hasil tes kompetensi  speaking materi teks deksriptif yang diadakan oleh peneliti menunjukkan nilai rata-rata kompetensi berbicara peserta didik materi teks deskriptif masih, yaitu (69.59). Nilai rata-rata yang dicapai ini termasuk kategori rendah karena KKM untuk kompetensi speaking materi teks deskriptif di kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi semester gasal, tahun pelajaran 2011-2012 adalah 76. (lihat dokumen penetapan KKM mapel Bahasa Inggris kelas VIII SMP N 1 Slawi). Jika dilihat dari segi ketuntasan belajar untuk speaking materi teks deskriptif juga termasuk rendah karena ketuntasan belajar peserta didik baru mencapai 6 peserta didik (24 %) dari 25 peserta didik. (Lihat dokumen daftar nilai kompetensi speaking peserta didik kelas VIII-6). Di samping itu,  aktivitas peserta didik masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan melalui observasi guru yang mempunyai nilai rata-rata 2.39 (kategori cukup).
Atas dasar fakta di atas, peneliti bersama-sama dengan teman sejawat yaitu Subandi, S.Pd. dan Denny Adji Hastuti, S.Pd. mengadakan refleksi pembelajaran untuk kompetensi speaking  materi teks deskriptif. Hasil refleksi menunjukkan bahwa peserta didik mengalami banyak kendala dalam berbicara bahasa Inggris. Aktivitas  peserta didik dalam pembelajaran speaking juga masih rendah, sehingga mengakibatkan rendahnya  kompetensi speaking materi teks  deskriptif. Hal itu disebabkan oleh anggapan bahwa kompetensi speaking kurang penting karena tidak masuk SKL UN. Di antara kendala-kendala yang bisa ditemukan dimungkinkan karena kurangnya: (1) model atau contoh dari guru saat pembelajaran speaking berlangsung, (2) pengetahuan peserta didik tentang  kosakata dan tata bahasa, (3) keyakinan peserta didik terhadap pronunciation (pelafalan) beberapa kosa kata yang digunakan dalam kegiatan berbicara, (4) kesempatan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik saat pembelajaran speaking berlangsung, (5) keberanian  peserta didik untuk berbicara di depan kelas, (6) pengalaman belajar yang benar-benar memotivasi peserta didik untuk berbicara, (7) inisiatif peserta didik untuk berlatih saat pembelajaran speaking berlangsung, dan (8) adanya media yang bisa menarik perhatian peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran speaking dan menginspirasi peserta didik tentang apa yang akan mereka bicarakan.
Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut peneliti berusaha menggabungkan beberapa teknik pembelajaran inovatif dan kontekstual. Dengan diterapkannya beberapa teknik pembelajaran yang lebih efektif diharapkan dapat dicapai tujuan pembelajaran (Slameto, 2003:37). Di antara metode yang dapat digunakan adalah teknik Power Teaching yang digabungkan dengan game (permainan). Untuk teknik game ini peneliti juga menggabungkan tiga jenis model pembelajaran kontekstual yaitu, Scrable, Make a Match dan Talking Stick. Gabungan antara teknik Power Teaching dan game (Scrable, Make a Match dan Talking Stick) selanjutnya disebut Pow-Tega dalam penelitian ini. Pow-Tega merupakan singkatan dari Power Teaching and Game.
Selain teknik Pow-Tega yaitu Power Teaching and game, peneliti juga memilih media yang dianggap dapat membantu peserta didik agar mudah mengikuti  pembelajaran speaking. Media yang dimaksud adalah media Pic-Pow (Picture in Power Point). Media ini dipilih karena dianggap praktis, sesuai daya dukung ruang kelas RSBI yang dilengkapi dengan LCD dan dianggap dapat mempermudah guru saat menginspirasi peserta didik dan memberi model speaking materi teks deskriptif kepada seluruh peserta didik.
Dengan media Pic-Pow ini diharapkan peserta didik dapat lebih mudah menangkap penjelasan dari guru dan kembali mengungkapkan apa yang ada dalam gambar. Selain media Pic-Pow, peneliti juga menggunakan media kartu  Make a Match Game sebagai media untuk memotivasi peserta didik dalam mencari informasi dan menemukan jawaban saat diadakan kegiatan latihan-latihan dan penguatan terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Peneliti berasumsi bahwa melalui teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow, para peserta didik baik sadar maupun tidak, terlibat langsung dalam kehidupan nyata untuk mengungkapkan ide  atau gagasan dalam bahasa Inggris secara lisan. Dengan demikian,  aktivitas peserta didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 diharapkan dapat meningkat.
Berdasarkan konteks di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah ”Apakah teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dapat meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012?” Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran guna meningkatkan kompetensi berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan speaking materi teks deskriptif. Disamping itu, penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengajaran di kelas, khususnya Speaking materi teks deskritif, serta dapat menggugah peserta didik dalam pembelajaran speaking materi teks deskriptif.

LANDASAN TEORETIS
Langkah-langkah Pembelajaran Bahasa Inggris
Secara alamiah orang belajar bahasa mulai dari bahasa lisan dan semakin lama menuju ke bahasa tulis. Hal ini menjadi suatu perhatian dalam pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berdasarkan kurikulum ini dimulai dari   pembelajaran bahasa  lisan   yang seringkali disebut siklus lisan, setelah itu dilanjutkan dengan bahasa tulis yang seringkali disebut siklus tulis. Dari  sinilah pembelajaran bahasa dikembangkan mulai dari            siklus lisan ke siklus tulis. Pembelajaran siklus lisan mulai dari listening dan kemudian speaking, sedangkan pembelajaran siklus tulis mulai dari reading ke writing, dengan menggunakan langkah-langkah pendekatan literasi (Literacy Approach) atau Genre    Approach. Selanjutnya dalam buku pelatihan terintergrasi berbasis kompetensi (Depdiknas, 2005:12) dijelaskan bahwa untuk setiap siklus guru hendaknya mengikuti langkah-langkah pembelajaran bahasa sebagai berikut: 1) Building Knowledge of the Field (BKOF), 2) Modelling of Text (MOT), Joint Construction of Text (JCOT), dan  Independent Construction (I-COT).
Pada langkah pertama ini, sesuai dengan namanya, yaitu building knowledge of the field, peserta didik diberikan pengetahuan awal yang berupa kosakata dan tatabahasa yang berhubungan dengan tema dan genre yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik sehingga keterampilan listening dan speaking dimulai di sini. Misalnya membicarakan tentang deskripsi orang. Pada tahap ini peserta didik akan diperkenalkan kosakata yang berhubungan dengan kosa kata tentang cirri-ciri anggota badan orang, dan jenis-jenis hobi, kegiatan orang yang dipakai dalam kegiatan speaking.
Pada tahap kedua (modeling of the text) mereka diperkenalkan dengan teks-teks lisan maupun tulis yang berhubungan dengan jenis teks deskriptif. Penyajian teks kemudian disusul dengan model cara pengucapan, intonasi, dan kelancaran, yang kemudian disusul dengan latihan-latihan pemahaman (comprehension) yang berhubungan dengan teks yang telah disajikan. Latihan comprehension diarahkan  kepada stuktur jenis teks (generic structure) tersebut. Langkah-langkah ini disebut Modeling of the Texs atau MOT.
Tahap ketiga (joint construction of the text) merupakan tahap di mana peserta didik secara berkolompok atau berpasangan peserta didik mulai berlatih untuk membuat satu teks baru yang sejenis dan dilanjutkan dengan presentasi hasil diskusi selama latihan di kelompoknya. Sementara itu, Thornbury dalam bukunya “How to Teach Speaking” menyatakan bahwa kegiatan ini bisa diisi dengan kegiatan task repetation, yaitu kegiatan mengungkapkan kembali topik pembicaraan dengan bahasa mereka sendiri (Thornbury:63).
Tahap pembelajaran terakhir adalah Independent Construction of Text. Pada tahap ini setelah peserta didik belajar dan mendapatkan pengalaman belajar dalam kelompok, mereka dipercaya mampu untuk dapat membuat teks sendiri baik lisan maupun tulis yang sejenis dengan teks yang sudah diajarkan. Peserta didik akan merasa bangga jika hasil pekerjaan mereka dalam bentuk karangan  dikoreksi oleh guru, dan kemudian  ditempel di mading kelas atau langsung di dokumentasi oleh guru dalam bentuk porto folio. Namun kalau hasil pekerjaan mereka dalam bentuk   lisan  atau   harus  dilisankan,  mereka  akan  menyajikannya di depan  kelas dalam bentuk tes unjuk kerja berbicara (Depdiknas, 2005: 23).

Aktivitas Belajar Speaking Materi Teks Deskriptif
Menurut (Thornbury,2000:65) dalam bukunya “How to Teach Speaking” ada beberapa aktivitas yang bisa dipilih untuk kegiatan pembelajaran speaking. Di antaranya adalah: practiced control, drilling, writing task, assisted performance, dan task repitation.
Kegiatan practiced control merupakan kegiatan latihan berbicara yang dibimbing oleh seorang guru sebagai model berbicara. Sebelum peserta didik melakukan berbicara guru terlebih dahulu memberikan model cara berbicara bahasa Inggris  secara akurat, lancar dan berterima. Adapun drilling merupakan kegiatan di mana guru memberi contoh cara pengucapan kata per kata, kalimat per kalimat sedangkan peserta didik menirukannya setelah guru.
Sementara itu, reading aloud biasanya dilakukan untuk melatih pronunciation peserta didik. Kegiatan ini bisa dilakukan secara variatif sesuai keadaan kelas dan peserta didik. Writing task merupakan kegiatan peserta didik untuk mencatat hal-hal yang mungkin perlu dijadikan catatan setelah mendengarkan dan menirukan model dari guru. Sedangkan Assisted performance merupakan kegiatan peserta didik dalam rangka melakukan penampilan atau unjuk kerja berbicara di depan teman-teman kelas yang dibantu dengan media gambar atau lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa aktivitas belajar speaking materi teks deskriptif meliputi mendengarkan,  membaca, memperhatikan gambar, menirukan apa yang diucapkan guru, menganalis hubungan huruf dengan huruf yang lain untuk membentuk kata, melafalkan kata, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat kepada teman maupun guru, interaksi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
Dalam penelitian ini aktivitas belajar yang akan diamati oleh peneliti maupun observer adalah: memperhatikan penjelasan guru, merespon penjelasan dan model dari guru, bekerja sama dengan peserta didik lain dan mempunyai gagasan untuk memecahkan masalah.

Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game)
Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game) merupakan  model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang menggabungkan teknik Power Teaching dengan game. Power Teaching adalah sebuah teknik pembelajaran yang dikembangkan oleh negara-negara barat dan dipelopori oleh guru-guru di Amerika. Metode ini cukup menarik, karena mampu meningkatkan atensi dan konsentrasi peserta didik (Putri, 2011). Untuk itu, metode belajar ini layak untuk di adopsi oleh para guru di Indonesia. Adapun teknik bermain dalam kehidupan anak, mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan sakit, jasmaniah ataupun rohaniah. Para pakar mengatakan bahwa bermain mempunyai banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat tersebut seperti yang dikemukakan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24) adalah sebagai berikut: 1)  bermain memicu kreativitas anak, 2)  bermain bermanfaat mencerdaskan otak, 3) bermain bermanfaat menanggulangi konflik, 4) bermain bermanfaat untuk melatih empati, 5) bermain bermanfaat mengasah panca indera, 6) bermain melakukan penemuan.
Menurut Jean Piaget  (melalui Montolalu et.al 2008:2.19) anak-anak sesuai dengan usianya  mempunyai jenis-jenis permainan tertentu, yaitu sensory motor play (untuk usia 1 ½-2 tahun) , Symbolic play (2-7 tahun), Social play games with rules (8-11 tahun) dan games dengan aturan dan olahraga (11 tahun ke atas). Permainan dalam teknik Pow-Tega diambil dari tiga model pembelajaran kontekstual yaitu: Scrable, Talking stick, dan Make a match yang telah dimemodifikasi penelti sesuai dengan kebutuhan di kelas speaking (Depdiknas, 2005:19-25).
Proses pembelajaran speaking melalui teknik Pow-Tega terdiri atas empat aktivitas penting.  Aktivitas pertama adalah aktivitas Scrable game untuk kegiatan BKOF, yaitu kegiatan di mana guru mengajak peserta didik untuk membangun kosa kata yang diperlukan untuk kegiatan modeling. Pada kegiatan ini guru menyediakan slide show yang terdiri atas beberapa kata yang diacak hurufnya. Sementara itu, peserta didik dipancing untuk menebak susunan huruf tersebut menjadi kata yang benar yang digunakan untuk mengisi kalimat rumpang. Peserta didik yang bisa menjawab diharapkan mengangkat tangannya dan menyebutkan kata-kata tersebut dengan suara keras. Guru memberi penghargaan kepada peserta didik yang bisa menjawab dengan benar dan ikut memfasilitasi peserta didik lain supaya melafalkan kata-kata tersebut dengan baik dan benar.
Aktivitas yang kedua adalah  Aktivitas modeling of the text dibantu media Pic-Pow. Dalam aktivitas ini guru menerapkan enam langkah teknik Power Teaching untuk memberi model berbicara materi teks deskriptif sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Pada langkah modeling ini guru menerapkan enam langkah teknik Power Teaching. Langkah yang pertama adalah “Class- Yess”. Pada tahap ini guru mengarahkan perhatian peserta didik pada kegiatan pembelajaran dengan mengucap kata “ class “ dengan intonasi tertentu. Peserta didik menjawab ucapan dengan kata “ Yess”  dengan intonasi kata yang sama dengan intonasi guru. Adapun langkah yang kedua adalah “Micro Lecture”. Pada langkah ini guru menyampaikan materi dalam waktu kurang lebih 1 menit. Peserta didik memperhatikan dengan seksama penjelasan guru. Setelah langkah yang kedua adalah langkah “Teach-Oke”. Setelah guru melakukan “ Micro Lecture “ guru mengucapkan kata “Teach” jika perlu dengan tepuk tangan dan disertai gerakan yang menarik, sedangkan peserta didik menjawab dengan kata “Oke“ sambil menirukan gerakan tangan dan suara guru. Setelah menjawab “Oke” peserta didik mengulang apa yang telah disampaikan guru secara berhadap-hadapan dengan peserta didik lain.
Sementara itu, langkah yang keempat yaitu Score board. Pada langkah ini guru melakukan penilaian terhadap  kinerja peserta didik pada papan  tulis yang telah dibuat tabel dengan dua kolom. Kolom pertama bagian atas diberi ikon wajah orang tersenyum,  sedangkan kolom kedua bagian di atas diberi ikon gambar orang sedih. Kolom wajah gembira diberi skor satu jika guru menilai kinerja peserta didik dianggap sesuai dengan harapan guru, sedangkan kolom kedua jika kinerja peserta didik dianggap kurang baik. Setelah guru memberi penilaian peserta didik menanggapi sesuai dengan nilai yang diperolehnya. Jika ia mendapat penilaian wajah tersenyum peserta didik meneriakkan kata “Oh yeah/Bingo“ jika perlu dengan tepukkan tangan. Jika mendapat nilai wajah sedih peserta didik pura-pura menangis dengan mengusap-usap mata dengan tangan. Langkah selanjutnya adalah Hands and Eyes.  Kegiatan ini merupakan teknik untuk memusatkan perhatian peserta didik terhadap penjelasan guru. Mereka duduk dengan tenang, kedua tangan di atas meja dan memperhatikan penjelasan guru. Kegiatan ini biasanya merupakan kegiatan yang diadakan sebelum kegiatan comprehension check. Sedangkan langkah terakhir adalah Comprehension Chek. Pada tahap ini peserta didik diminta mengulang secara lisan semua materi yang telah disampaikan oleh guru. Pada saat peserta didik mengulang materi yang diajarkan, guru berkeliling melakukan checking terhadap kegiatan peserta didik (Healey, 2009 dalam http://www.powerteachers.net).
Dari langkah pertama sampai dengan langkah kelima diulang-ulang sesuai dengan materi yang ingin disampaikan. Langkah-langkah di atas sangat cocok untuk kegiatan pembelajaran speaking pada tahap modeling of the text. Pada tahap modeling guru bisa memberi  contoh bagaimana berbicara dengan pengucapan, tata bahasa  yang baik dan benar.  Untuk langkah class…..yes… bisa digunakan oleh guru pada setiap saat dibutuhkan untuk kondisi kelas yang sedang gaduh. Keunggulan dari teknik Power Teaching ini adalah membangun komunikasi antar peserta didik. Antusiasme dan konsentrasi dibangun dengan menggunakan teknik ini, khususnya pada langkah-langkah micro lecture, teach – ok, score board dan hands and eyes. Selain itu, semua peserta didik juga termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan teknik Power Teaching seperti kegiatan speaking (Putri, 2011).
   Aktivitas ketiga dalam pembelajaran speaking melalui teknik Pow-Tega adalah aktivitas Talking Stick Game  untuk kegiatan Joint Construction of The text.  Aktivitas ini merupakan kegiatan di mana peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen. Peserta didik dalam kelompoknya dipacu untuk berlatih mengungkapkan kembali topik pembicaraan dengan bahasa mereka sendiri dibantu oleh media Pic-Pow yang ditayangkan guru di layar. Setelah peserta didik berlatih di kelompoknya, guru  mulai menerapkan Talking Stick game. Kegiatan Talking Stick game ini dimulai dari guru menyuruh peserta didik untuk menutup mata dan guru memberikan Talking Stick kepada salah satu anggota kelompok. Anggota kelompok yang mendapat Talking Stick disuruh berbicara mendeskripsikan gambar yang ada di slide show.
Adapun aktivitas yang keempat adalah  Make a Match Game. Kegiatan ini dirancang agar peserta didik benar-benar memahami topik pembicaraan selama proses pembelajaran. Di samping itu, dalam kegiatan ini secara tidak langsung peserta didik diajak untuk reading aloud dengan lafal yang baik dan benar. Kegiatan ini dimulai dari guru membagi beberapa kartu Make a Match Game. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari pasangannya masing-masing. Agar kegiatan ini lebih hidup, maka guru boleh memilih halaman kelas sebagai tempat kegiatan. Peserta didik yang telah  berhasil menemukan pasangannya diberi kesempatan paling awal untuk membacakan isi kartu. Guru memberi penghargaan kepada peserta didik tercepat menemukan pasangannya dengan jawaban yang benar.

Media Pic-Pow (Picture in Power Point)
Media Pic-Pow merupakan contoh media pembelajaran yang menggunakan ICT dengan program Microsoft Power Point. Power Point merupakan salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh Microsoft yang digunakan untuk pembuatan presentasi. Meskipun program aplikasi ini sebenarnya merupakan program untuk membuat presentasi, fasilitas yang ada dapat dipergunakan untuk membuat program pembelajaran bahasa.

Fasilitas yang tersedia di Microsoft power point menurut Ouda (2003:4) dapat digunakan untuk membuat tampilan yang ada di layar menjadi lebih menarik. Di antaranya adalah sebagai berikut: 1) memasukkan Teks, Gambar, Suara dan Video, 2) membuat tampilan menarik, 3) membuat hyperlink yang menghubungkan tampilan di program power point dengan  program aplikasi lain.

Dengan media Pic-Pow guru diharapkan dapat mengajarkan sesuatu yang sulit menjadi mudah dan sesuatu yang rumit menjadi sederhana. Soedjana (melalui Soeparno,1988: 26)  berpendapat bahwa media memiliki     beberapa    manfaat sebagai berikut: 1) Pengajaran lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, 2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh peserta didik dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran, 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal, melalui penutupan mata-mata oleh guru sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar setiap jam pelajaran, 4) Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru.

Pemilihan media yang tepat seperti media Pic-Pow dapat membantu guru menjelaskan pelajaran yang diberikan. Di samping itu, media yang tepat juga membantu peserta didik untuk membentuk pengertian di dalam jiwanya. Mengajar dengan menggunakan bermacam-macam media akan lebih menarik perhatian peserta didik, lebih merangsang peserta didik untuk berpikir (Slameto,2003:37).

Kerangka Berpikir   
Kompetensi speaking dapat dicapai melalui pendekatan kontekstual dengan berbagai macam teknik. Untuk mengurangi beberapa kendala peserta didik dalam hal mengungkapkan gagasan atau pendapat yang berkenaan dengan deskripsi orang atau binatang  kesayangan dalam pembelajaran harus melibatkan peserta didik baik fisik maupun psikis. Diperlukan teknik yang membuat peserta didik secara tidak sadar dibawa ke lingkungan nyata untuk mendiskripsikan orang dan binatang kesayangan  dalam bahasa Inggris lisan yaitu teknik Power Teaching and game. Teknik tersebut diperkuat dengan adanya media Pic-Pow yang dapat mempermudah peserta didik dalam menemukan ide dan gagasan untuk berbicara secara individu. Pembelajaran speaking dengan melibatkan peserta didik pada dunia nyata  anak-anak yang masih suka bermain  dipandang perlu menggunakan teknik atau metode yang menggabungkan beberapa model pembelajaran inovatif dan kontekstual yaitu Powtega (Power Teaching and Game). Game yang dipakai peneliti dalam pembelajaran speaking adalah gabungan tiga model pembelajaran kontekstual yaitu scrable,  talking stilk dan make a match. Penggunaan media Pic-Pow yang berupa gambar-gambar menarik untuk memacu  perhatian dan memotivasi peserta didik agar  lebih aktif dalam pembelajaran juga  dipandang perlu.

METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal. Waktu penelitian selama empat bulan yaitu sejak bulan Juni sampai dengan September 2011. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada jadwal kegiatan penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Alokasi Waktu Penelitian

No

Uraian Kegiatan
BULAN
Juni
Juli
Agustus
Sept
1
Menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas
-- -VV



2
Menyusun Instrumen Penelitian


VV - -


3
Pemgumpulan data dengan melaksanakan  siklus I dan  siklus II


- -  VV


V- - -

4
Analisi data


- -VV

5
Pembahasan  dan  diskusi


- - - V

6
Menyusun laporan Hasil Penelitian


-           

VVV-

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) melalui dua  siklus. Setiap siklus dilaksanakan tiga kali tindakan dan setiap tindakan 2 x 40 menit atau 2 jam pelajaran. Penelitian tindakan ini berpatokan pada refleksi awal dengan prosedur (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3) observasi (observation), dan (4) refleksi (reflektion) dalam setiap siklusnya. Subjek penelitian adalah peserta didik Kelas VIII-6  SMP Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal. Jumlah peserta didik yang dijadikan subjek penelitian ada 25 orang terdiri atas 8 anak lakilaki dan 17 anak perempuan. Data utama pada penelitian ini adalah katakata, tindakan, dan sumber data tertulis. Data berupa kata-kata diperoleh dari wawancara dan tindakan sebagai hasil observasi (pengamatan), sumber data tertulis dari hasil tes. Sumber data primer diperoleh dari nilai kompetensi speaking. Data dari pengamat teman sejawat termasuk data sekunder. Sumber data sekunder diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan kolaborator. Dilihat dari bentuk data, ada dua macam data yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data nilai kompetensi speaking merupakan data kuantitatif. Data hasil pengamatan aktivitas belajar peserta didik merupakan data kualitatif. Validitas atau kesahihan merupakan ukuran dari instrumen yang digunakan dalam penelitian. Sebuah  tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Suwandi, 2009:53).  Oleh karena itu, untuk mengukur validitas instrumen peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Data hasil observasi aktivitas belajar speaking yang diperoleh melalui pengamatan supaya diperoleh data yang valid divalidasi dengan bantuan kolaborator dengan teman sejawat (triangulasi sumber antara peneliti, teman sejawat selaku kolaborator dan peserta didik). 2) Data hasil tes kompetensi  speaking supaya valid perlu dibuat kisi-kisi sebelum soal disusun. Validasi dilakukan terhadap instrumen penilaian tes unjuk kerja berupa penyusunan kisi-kisi sehingga terpenuhi validitas teoretik, khususnya content validity.
Analisis data disajikan secara deskriptif komparatif yang dilanjutkan refleksi. Deskriptif komparatif dilakukan dengan membandingkan data kondisi awal, siklus I dan siklus II, baik untuk aktivitas belajar maupun kompetensi speaking. Refleksi artinya menarik simpulan berdasarkan deskriptif komparatif kemudian dilanjutkan memberikan ulasan dan langkah tindak lanjut.  Ukuran berhasil tidaknya peningkatan aktivitas peserta didik melalui observasi. Indikator keberhasilan tindakan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik melalui teknik Pow-Tega adalah: 1) Persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor aktivitas peserta didik ≥ 3,00 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75%. Skor ≥ 3,00 (kualifikasi baik) merupakan skor aktivitas peserta didik dalam skala maksimum 4 (kualifikasi sangat baik), 2) Persentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai kompetensi speaking ≥ 76 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75 % peserta didik memperoleh nilai tes kompetensi speaking  ≥ 76. Nilai 76 merupakan nilai ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Bahasa Inggris kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi pada tahun pelajaran 2011/2012.
            Penelitian tindakan ini direncanakan terbagi menjadi dua siklus yang masing-masing siklus terdiri atas tiga kali pertemuan. Prosedur penelitian ini setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang akan diselidiki. Penentuan dilaksanakan siklus II berdasarkan hasil refleksi. Untuk melihat kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik serta aktivitasnya dalam pembelajaran, maka perlu diberikan tes pratindakan. Observasi awal dilakukan untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat yang diberikan dalam rangka meminimalkan kekurangan  tersebut.
            Dari evaluasi dan observasi, maka dalam refleksi ditetapkan bahwa tindakan yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif  adalah melalui penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow. Pada siklus I dan II peserta didik dibagi menjadi 5 kelompok secara heterogen. Pada siklu I guru tidak melibatkan peserta didik di luar kelas pada aktivitas make a match game, sedangkan pada siklus II guru melibatkan peserta didik di luar kelas pada aktivitas make a match game.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pratindakan
Kegiatan pratindakan meliputi studi pendahuluan dan penyusunan rancangan. Studi pendahuluan berupa observasi awal terhadap pembelajaran kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik. kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dilakukan rancangan tindakan oleh guru dan kolaborator dalam membuat silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan teknik Pow-Tega, media Pic-Pow, dan instrumen penelitian.
            Hasil pengamatan menunjukkan hanya terdapat 6 peserta didik (24%) mencapai rerata skor 3,00 atau lebih (kualifikasi Baik). Hal ini mengindikasikan bahwa karakter percaya diri peserta didik masih rendah. Berdasarkan hasil nilai akhir tes kompetensi speaking yang meliputi aspek pelafalan, tata bahasa, kelancaran dan isi  menunjukkan bahwa rata-rata nilai adalah 69,59 dengan jumlah 6 peserta didik (24%) yang tuntas dan 19 peserta didik (76%) yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kompetensi speaking materi teks deskriptif pada kondisi awal masih rendah. Pada kondisi awal peneliti   belum menerapkan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow sehingga kompetensi speaking masih sangat rendah.

Pelaksanaan Tindakan Kelas
Siklus Pertama
            Siklus I dilaksanakan pada tanggal 22 dan 23 Juli untuk penerapan teknik Pow-Tega dan media Pic-Pow dan pada tanggal  25 Juli untuk tes kompetensi speaking materi teks diskriptif siklus I.  Penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow pembelajaran keterampilan speaking materi teks deskriptif pada siklus I ini disajikan tema deskripsi orang berprestasi. Media Pic-Pow yang digunakan terdiri atas gambar peserta didik berprestasi dalam bidang bahasa Inggris untuk pertemuan I dan orang berprestsi dalam bidang perfilman (Tobey Marguire) pada pertemua II yang belum diberi suara oleh guru. Pertemuan pertama kegiatan diawali guru dengan membuka pelajaran dengan apersepsi melalui tanya jawab. Tidak lupa guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable  game berakhir, guru memberi model berbicara dengan teknik  Power Teaching dibantu media Pic-Pow dengan menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check. Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan  membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk berbicara sesuai dengan tema yang telah ditentukan dibantu media Pic-Pow.
            Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu soal dan jawaban kepada peserta didik secara acak. Peserta didik mencari pasangan masing-masing dan guru memberi penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar. Pertemuan kedua langkah awal yang dilakukan guru adalah dengan membuka pertanyaan tentang kegiatan pada pertemuan yang lalu. Selanjutnya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada pertemuan ini. Kemudian pada kegiatan inti guru menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable  game berakhir, guru memberi model berbicara tentang Tobey Marguire dengan teknik  Power Teaching dibantu media Pic-Pow dengan menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check. Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan  membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk berbicara tentang Tobey Marguire  media Pic-Pow.
            Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu soal dan jawaban tentang Tobey Marguire kepada peserta didik secara acak. Peserta didik mencari pasangan masing-masing dan guru memberi penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar. Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui 14 peserta didik (56%) mencapai rerata skor  3,00 atau lebih (kualifikasi Baik). Rerata skor aktivitas adalah 2.93 (kualifikasi cukup). Apabila dibandingkan dengan indikator kinerja maka pada siklus I ini indikator aktivitas peserta didik dalam pembelajaran speaking materi teks deskriptif belum melebihi 75%.  Hasil nilai akhir tes kompetensi speaking yang meliputi aspek pelafalan, tata bahasa, kelancaran dan isi  menunjukkan bahwa rata-rata nilai adalah 76.6 dengan jumlah 16 peserta didik (64%) yang tuntas dan 9 peserta didik (36%) yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kompetensi speaking materi teks deskriptif belum mencapai indikator keberhasilan penelitian ini. Kekurangan yang ada pada siklus I adalah guru terlalu banyak mengadakan variasi gerakan tangan pada kegiatan teach …O.K., peserta didik tampak bingung untuk menirukan gerakan tangan peneliti. Oleh karena itu, guru perlu mengurangi gerakan tangan,  guru mengalami sedikit kendala dalam kegiatan comprehension and check saat mengulangi isi pembicaraan dari awal hingga akhir, maka suara guru perlu direkam dan dimasukkan ke dalam program power point yang bisa menyatu dalam slide show gambar, guru kurang tegas dalam menerapkan Talking Stick Game bagi peserta didik yang memperoleh stick untuk mewakili teman-teman di kelompoknya membacakan hasil diskusi kelompoknya. Aturan dalam aktivitas   Make a Match Game  kurang ketat karena masih banyak peserta didik yang tidak mau berusaha untuk mencari pasangan sambil teriak menyampaikan pertanyaan ataupun jawabannya.  Kendala aktivitas   Make a Match Game adalah peserta didik kurang leluasa ketika bermain mencari pasangannya. Oleh karena itu, guru perlu memperbaiki kegiatan make a match untuk diadakan di luar kelas. Dengan demikian kegiatan pembelajaran ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan mengkaji ulang perencanaan persiapan pembelajaran (RPP) yang dibuat sesuai permasalahan pada siklus I.
Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Juli dan Jumat, 29  Juli 2011 yang merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan materi teks deskriptif tentang binatang kesayangan. Tes kompetensi speaking dilaksanakan pada hari Jum’at,  5 Agustus 2011.             Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II meliputi penyusunan perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dilengkapi dengan instrumen penilaian, media Pic-Pow dilengkapi  suara, seperangkat kartu untuk   Make a Match Game yang melibatkan peserta didik di luar kelas, lembar observasi aktivitas peserta didik.
            Media Pic-Pow yang digunakan untuk aktivitas scrable game berisi kata-kata acak dan kalimat rumpang yang digunakan untuk memancing peserta didik memahami dan menguasai kosa kata yang akan digunakan dalam kegiatan speaking materi teks deskriptif tentang binatang kesayangan. Gambar yang dilengkapi suara dimasukkan kedalam program Microsoft power point bersamaan dengan materi pembelajaran lain yang akan digunakan sebagai alat bantu untuk menginspirasi guru dan peserta didik dalam mendeskripsikan binatang kesayangan. Perbaikan lembar kerja kelompok yang menitikberatkan pada latihan berbicara juga dibuat untuk kerja kelompok yang diakhiri dengan Talking Stick Game.             Sementara itu, media kartu   dirancang untuk aktivitas Make a Match Game di luar kelas.
            Tindakan yang dilakukan pada pembelajaran mengacu pada perencanaan tindakan yang telah dibuat. Materi yang disajikan pada siklus II adalah tentang binatang kesayangan. Siklus II dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan yaitu pada tanggal 27 dan 29 Juli untuk penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dan pada tanggal  5 Agustus untuk tes kompetensi speaking materi teks deskriptif siklus II.
            Pertemuan pertama pada sikus II kegiatan diawali guru dengan membuka pelajaran dengan pertanyaan tentang materi yang telah diberikan pada pertemuan yang lalu. Setelah itu, guru memberi apersepsi tentang kompetensi speaking yang akan dicapai. Tidak lupa guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable  game berakhir, guru memberi model berbicara tentang Frenky (kucing) dengan teknik  Power Teaching dibantu media Pic-Pow yang telah dilengkapi dengan suara guru dengan menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check.            Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan  membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara tentang Frenky dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk berbicara mendeskripsikan Frenky (kucing) dibantu media Pic-Pow.
            Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu soal dan jawaban kepada peserta didik secara acak. Guru menyuruh peserta didik untuk keluar kelas. Peserta didik mencari pasangan masing-masing, sementara peserta didik yang telah menemukan pasangannya diperkenankan masuk kelas.  3 pasang paling cepat berdiri di depan kelas. Guru memberi penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar dan membahas hasil kerja peserta didik.
            Pertemuan kedua langkah awal yang dilakukan guru adalah dengan membuka pertanyaan tentang kegiatan pada pertemuan yang lalu. Selanjutnya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada pertemuan ini. Kemudian pada kegiatan inti guru menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable  game berakhir, guru memberi model berbicara tentang Tobey Marguire dengan teknik  Power Teaching dibantu media Pic-Pow dengan menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check. Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan  membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk berbicara tentang Brownie (kelinci) dengan  media Pic-Pow.
            Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu soal dan jawaban tentang Brownie kepada peserta didik secara acak. Peserta didik mencari pasangan masing-masing dan guru memberi penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar. Berdasarkan data pengamatan pada siklus II dapat diketahui Aktivitas belajar speaking mengalami peningkatan dibandingkan kondisi awal. Jika dibandingkan dengan siklus Il rerata skor aktivitas meningkat dari  2.93 menjadi 3.56. Pada siklus II ini, jumlah peserta didik yang memiliki rerata skor 3 atau lebih adalah 24 peserta didik (96%). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari  56 % pada siklus I menjadi 96% pada siklus II. Hal ini berarti telah mencapai indikator keberhasilan dari penelitian ini yaitu, persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor 3,00 meningkat dari 24 % menjadi 75%. Skor ≥ 3,00 (kualifikasi baik) merupakan skor aktivitas peserta didik dalam skala maksimum 4 (kualifikasi sangat baik).
            Berdasarkan hasil tes kompetensi speaking materi teks deskriptif,  ketuntasan klasikal untuk setiap aspek juga mengalami kenaikan yaitu dari 100 %, (aspek pelafalan) 48 % (aspek tata bahasa), 48% (aspek kelancaran) dan 76% (aspek isi) pada siklus I menjadi 100%, 84%,88% dan 88% pada siklus II. Secara keseluruhan, nilai akhir kompetensi speaking siklus II jika dibandingkan dengan siklus I nilai rata-rata naik dari 76.6 menjadi 83. Di samping itu, persentase ketuntasan klasikal juga mengalami kenaikan dari 76% pada siklus I menjadi 92%. Hal ini sudah memenuhi indikator keberhasilan dari penelitian ini yaitu persentase ketuntasan klasikal nilai kompetensi speaking meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75 % peserta didik memperoleh nilai tes kompetensi speaking  ≥ 76.
            Dalam pelaksanaan tindakan ada beberapa hal yang menjadi catatan, yaitu: 1) Peserta didik sudah memahami aturan Pow-Tega (Power Teaching and Game) selama mengikuti pembelajaran speaking, sehingga kegiatan pembelajaran speaking berjalan lancar, 2) Pada pertemuan II siklus II semua peserta didik sudah mendapatkan pasangannya masing-masing pada aktivitas   Make a Match Game, 3) Semua peserta didik terlibat dalam kerja sama kelompok dan karakter percaya diri mulai berkembang, 4) Kegiatan   Make a Match Game yang berlangsung di luar kelas membuat peserta didik lebih antusias dan bergairah dalam mengikuti permainan, 5). Di antara empat langkah pembelajaran dengan menggunakan teknik Pow-Tega yang paling disenangi peserta didik adalah kegiatan   Make a Match Game dan kegiatan Power Teaching langkah score board.
            Selain itu, dapat ditemukan beberapa kelebihan teknik Pow-Tega. Di antaranya adalah sebagai berikut:1) Teknik Pow-Tega merupakan gabungan dari empat model pembelajaran CTL, sehingga kelebihan dari keempat model pembelajaran tersebut dirasakan oleh guru dengan diterapkannya teknik Pow-Tega, 2) Kegiatan Scrable game sangat cocok untuk kegiatan BKOF, 3) Melalui aktivitas Power Teaching dengan media Pic-Pow, peserta didik secara tidak langsung diajak untuk berlatih konsentrasi dan fokus terhadap penjelasan dan model dari guru, 4) Media Pic-Pow sangat bermanfaat untuk menginspirasi peserta didik saat berbicara mendeskripsikan binatang kesayangan yang ada dalam gambar tersebut, 5) Aktivitas Power Teaching sangat efektif untuk tahap modeling of the text karena dalam aktivitas ini ada kegiatan simulasi, role play, dan kerja sama antar peserta didik, 6) Aktivitas Talking Stick, sangat efektif untuk tahap            pembelajaran Joint Construction of the Text karena semua  peserta didik termotivasi untuk   berinisiatif dalam berlatih berbicara  sesuai dengan waktu dalam kelompoknya. 7) Aktivitas   Make a Match Game sangat efektif untuk mengecek pemahaman peserta didik terhadap materi teks deskriptif yang sedang menjadi topik pembicaraan.

Pembahasan Hasil Tiap Siklus
            Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya  aktivitas belajar, dan kompetensi speaking. Masalah tersebut dikarenakan guru belum menerapkan teknik dan media yang menarik dan variatif, sehingga kegiatan speaking dianggap sulit, kurang menarik dan monoton. Perlu penerapan gabungan teknik inovatif  pembelajaran dengan media yang tepat. Teknik yang dimaksud adalah Gabungan antara teknik Power Teaching dan Game (Pow-Tega) dengan media Pic-Pow.  
                   Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 2 siklus. Penerapan teknik Pow Tega dengan media Pic-Pow pada siklus I dan II berbeda. Pada siklus I teknik Pow-Tega tidak melibatkan peserta didik di luar kelas, sedangkan pada siklus II melibatkan peserta didik di luar kelas.  Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penerapan teknik Pow-tega dengan media Pic-Pow berdampak pada peningkatan aktivitas peserta didik dan kompetensi speaking
Aktivitas Belajar
                   Aktivitas belajar peserta didik diamati pada aspek memperhatikan penjelasan guru dengan antusias, merespon dan menirukan model dari guru, bekerja sama dengan peserta didik lain, dan mempunyai gagasan dalam pemecahan masalah. Hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Persentase jumlah peserta didik dengan skor aktivitas belajar ≥ 3.00 (kualifikasi baik atau baik sekali) mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan skor rata-rata hasil observasi aktivitas peserta didik.
Grafik di atas menunjukkan bahwa rerata skor aktivitas belajar peserta didik dari kondisi awal, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I rerata skor naik 0.54 yaitu dari 2.39 menjadi 2.93. Pada siklus II  rerata skor naik 0.6 yaitu dari 2.39 menjadi 3.56. Persentase jumlah peserta didik dengan skor aktivitas belajar ≥ 3.00 (kualifikasi baik atau baik sekali) juga mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor 3.00.
Grafik di atas menunjukkan peningkatan bahwa di kondisi awal 24%, pada siklus I meningkat menjadi 56% dan pada siklus II meningkat menjadi 96%. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan direfleksikan persentase jumlah peserta didik mencapai skor 3,00 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75%. Skor 3,00 (kualifikasi baik) merupakan skor aktivitas peserta didik dalam skala maksimum 4 (kualifikasi sangat baik). Dengan melihat aktivitas belajar maka pada siklus II telah tercapai indikator tersebut. Melalui penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow guru dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik  peserta didik kelas VIII-6 dari kondisi awal 24% menjadi 96%.

Kompetensi Speaking
            Nilai kompetensi speaking dilihat dari setiap aspeknya mengalami peningkatan dari kondisi awal ke siklus I dan siklus II. Berikut adalah perbandingan nilai dari kondisi awal, siklus I dan siklus II dilihat dari setiap aspeknya. Peningkatan persentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai ≥ 76 untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik di atas menunjukkan peningkatan persentase jumlah peserta didik yang tuntas bahwa untuk aspek pelafalan di kondisi awal 32%, pada siklus I meningkat menjadi 100% dan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Pada aspek tata bahasa di kondisi awal 12%, pada siklus I meningkat menjadi 48% dan pada siklus II meningkat menjadi 84%. Pada aspek kelancaran di kondisi awal 12%, pada siklus I meningkat menjadi 48% dan pada siklus II meningkat menjadi 88%.  Persentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai akhir kompetensi speaking ≥ 76 juga mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan persentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai ≥ 76.

Grafik 4. Grafik Peningkatan Persentase Ketuntasan Klasikal Kompetensi Speaking

Grafik di atas menunjukkan peningkatan bahwa di kondisi awal 24%, pada siklus I meningkat menjadi 64% dan pada siklus II meningkat menjadi 92%. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan direfleksikan dengan  persentase jumlah peserta didik yang mencapai rerata nilai kompetensi speaking  ≥ 76 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75% peserta didik. Dengan melihat nilai kompetensi speaking pada siklus II maka telah tercapai indikator tersebut. Melalui penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow guru dapat meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif  peserta didik kelas VIII-6 yaitu dari kondisi awal 24% menjadi 92%.

Hasil Tindakan
Berdasarkan perbandingan data kondisi awal, siklus I dan siklus II yang dijabarkan dalam pembahasan dapat disimpulkan tindakan yang dilakukan pada siklus I maupun siklus II berpengaruh pada peningkatan baik karakter percaya diri, aktivitas belajar maupun, kompetensi speaking.
            Aktivitas belajar peserta didik juga mengalami peningkatan dari rata-rata skor 2.39 menjadi 3.56. pada kondisi akhir, berarti meningkat 1.17. Persentase jumlah peserta didik yang mencapai rata-rata skor ≥3 (kualifikasi baik) juga meningkat dari 24% pada kondisi awal menjadi 96% pada kondisi akhir, berarti meningkat 72%.
            Kompetensi speaking materi teks deskriptif juga mengalami peningkatan dari rata-rata nilai 69.59 menjadi 83 pada kondisi akhir, berarti meningkat 13.41. Persentase jumlah peserta didik yang mencapai nilai ≥76 (kualifikasi baik) juga meningkat dari 24% pada kondisi awal menjadi 92% pada kondisi akhir, berarti meningkat 68%. Peningkatan paling signifikan ada pada aspek pelafalan yaitu dari 32% pada kondisi awal menjadi 100% pada kondisi akhir, berarti meningkat 68%.  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan: Teknik Pow-tega  dengan Media Pic-Pow  dapat meningkatkan  karakter percaya diri, aktivitas peserta didik dan kompetensi  speaking materi teks deskriptif peserta didik  kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2011-2012 terbukti.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pelaksanaan tindakan, peneliti dapat menarik  kesimpulan bahqwa: 1) teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi, semester gasal tahun pelajaran 2011-2012, 2) teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dapat meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012.

Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1) guru perlu merancang pembelajaran yang baik, meliputi perencanaan penggunaan teknik dan media pembelajaran yang diperlukan agar pembelajaran lebih efektif, 2) guru dapat menggunakan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dalam pembelajaran speaking materi teks deskriptif agar kompetensi peserta didik lebih meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Direktorat PLP
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman Khusus Mata Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Healey, Deborah, 2009.Power Teaching. http://www.powerteachers.net/ (diunduh tanggal 20 Maret 2011).
Moleong Lexy J, 2002.  Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. 2008. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta. Universitas  Terbuka.
OudaTeda Eda.2003. Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan       Piranti Lunak Presentasi. Yogyakarta: Universitas Sanata         Dharma Yogyakarta.
Putri, Mertha Tyananda.2011. Penerapan Model Power Teaching dan Cooperative Script untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia dalam Meringkas Isi Wacana Cerita. Skripsi, Jurusan KSDP, FIP, Universitas  Negeri Malang.
Subandi, 2009. Peningkatan Kemampuan Listening Teks Descriptive dengan Teknik Quiz pada peserta didik kelas 8-4 semester gasal tahun pelajaran 2009-2010”.

Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.
Slameto, 2003. Belajar dan  faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
Soeparno, 1988.  Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.
Thornburrie, Scott. How To Teach Speaking.Cina. Longman.


[*] Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 1 Slawi Kab. Tegal

1 komentar:

MGMP SMP MATEMATIKA KENDAL mengatakan...

Sangat bagus Pak, semoga pembelajaran yang telah diterapkan membuat peserta didik SMP 1 Slawi terinspirasi sehingga kreatif

Posting Komentar